Sunday, March 1, 2009

Why I Hate Inter Milan (Inter Milan SUCKS!!!!!)

***52 REASONS TO HATE INTER MILAN***
  1. Moratti.
  2. They wear Nikees.
  3. They are full of Argenteanians.
  4. They actually think they are invincible.
  5. Burdisso is a fucking twat!
  6. IbraHOMObitch is playing for them.
  7. They NEVER GOT RELEGATED to Serie B which proves they're cheating.
  8. No teamspirit, all of their players are in for the money.
  9. The special one is their new coach! It will take more than a special one to manage such expert wankers and divers.
  10. For some reason, all Inter fan look alike, but after all, shoes comes in different sizes!
  11. Moratti thinks he can buy any player he desires with his money.
  12. Moratti and Mourinho are having an affair together.
  13. Any star player who used to be a God at football always for some reason become Injury prone player when he plays for Inter and eventually get cursed.
  14. They are cursed.
  15. Stankovic and Materazzi plays for them.
  16. Their team captain is NOT ITALIAN!!! Javier Zanetti ! a cock face.
  17. Julio Cesar thinks he's better than Buffon and Casillas combined.
  18. Baggio,Ronaldo, Seedorf, Pirlo all of them regret playing for INTER!
  19. Their fans are fucking wankers.
  20. Cambiasso's bald head.
  21. Cordoba is a fucking ASSHOLE!
  22. Recoba managed to escape from the disgraceful club.
  23. Their fans are childish; throwing a firework at Dida's face is not really funny.
  24. They think their away kit is cool…
  25. Their fans don't understand the lyrics of the song 'YOU'LL NEVER WALK ALONE".
  26. FIGO plays for them.
  27. CHEATERS.
  28. They always come up with new fucked up designs for their kits.
  29. They play at our (AC Milan) own STADIUM SAN SIRO!
  30. They deny the fact that we " AC MILAN " created Inter Milan to shift our shitty players from the elite AC MILAN team to the other lousy team INTER MILAN to compete with weak teams and AC MILAN for the bigger tougher competitions.
  31. Fucking Moratti spies on Christian Vieri's phone calls.
  32. Moratti obviously have a crush on Ronaldo.
  33. Moratti is jealous from the fact that President Silvio Berlusconi always gets the WOMEN! And no women would go out with Ugly Morrati even for his $$$$$$.
  34. Mourinho spanks Moratti's ass every day at night.
  35. Viera plays for them.
  36. They wear the color blue, blue are SUCKS!!!
  37. None of Inter player's wife's is HOT!
  38. Mourinho dreams of coaching Mighty Milan, but he knows that will never happen! He should be an ex-Milan player, that's why he will trash talks us often when the season kicks off.
  39. They don't respect their players.
  40. They smell like shit.
  41. The most hated team in the world of football.
  42. They got their asses kicked by Valencia players.
  43. IbraHOMObitch fights like a girl.
  44. Burdisso sucks Cambiasso's cock whenever he feels like it.
  45. It's been 43 years since they last won the Champions League. 1963/1964.
  46. They are behind the Calcio scandal, Not Juve and not Milan.
  47. They buy refs.
  48. They play the most boring football ever.
  49. Their players are fucking divers and pussies.
  50. They stole Suazo away from Milan.
  51. They are heavily involved with mobs and criminals.
  52. Figo killed a black cat nearby their training ground with his sports utility vehicle because his teammates thought that it was the reason for their bad luck towards the end of the season!

BONUS: They think they can overcome any obstacle, lets see how they gonna hold on for Scudetto this coming season! And they have secret orgies in the dressing room after every match... That's why they don't allow fans into their dressing room.

Friday, February 27, 2009

Sosiologi Hukum

1. Hukum memiliki multi wajah sehingga pendekatan yang dilakukan holistik, mengapa demikian? Jelaskan dengan contoh! Gunakan analisis teori!
Untuk memahami multi wajah hukum dapat dilihat dari dua aliran mengenai konsep hukum, yaitu :
Aliran doktrinal mengkonsepkan hukum sebagai sesuatu yang normologik atau yang berlandaskan pada logika normatif. Konsep ini menampilkan wajah hukum sebagai suatu norma, baik sebagai norma keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), norma yang telah terwujud sebagai perintah yang eksplisit dan secara positif telah dirumuskan (ius constitutum) guna menjamin kepastiannya, serta norma hasil cipta penuh pertimbangan hakim pengadilan (judgments) dengan memperhatikan terwujudnya kemanfaatan dan kemashlahatan para pihak yang berperkara.
Dalam sudut pandang normologik, tipologi wajah hukum yang muncul adalah :
1. Wajah yang sarat dengan asas moral keadilan,
2. Wajah yang sarat dengan norma yang dipositifkan melalui undang-undang,
3. Wajah yang judgemade atau yang tampil dalam putusan hakim.
Aliran non-doktrinal mengkonsepkan hukum bukan sebagai sesuatu yang normologik, melainkan sesuatu yang nomologik, yaitu logika hukum yang berlandaskan pada nomos (realitas sosial). Konsep hukum ini menampilkan wajah hukum sebagai regularities (pola perilaku) yang terjadi di alam pengalaman dan/atau sebagaimana yang tersimak di dalam kehidupan sehari-hari (sine ira et studio).
Dengan demikan tipologi wajah hukum yang muncul adalah :
1. Wajah hukum yang tampil sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupan masyarakat,
2. Wajah hukum yang regularities, yang tampil makna-makna simbolik sebagaimana termanifestasi dan tersimal dalam pola perilaku masyarakat.
Contoh :
Ilustrasi yang dapat ditampilkan dijadikan contoh adalah pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan :
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Dalam pasal ini disebutkan mengenai batasan umur minimal untuk dapat menikah. Untuk menaati ketentuan tersebut, masyarakat sebagai sasaran unadang-undang terlebih dahulu harus memahami/mengetahui, bahkan mematuhi isi undang-undang. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PSHP Fak. Hukum Unair di Kabupaten Bangkalan menyebutkan pengatahuan kepala desa tentang batasan umur kawin yang benar hanya 25,38%, selebihnya tidak mengetahui dengan pasti batasan umur perkawinan. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa kebiasaan masyarakat mengawinkan anak di bawah umur 16 tahun tetap dilakukan, sebanyak 64,62% perkawinan di bawah umur ditemukan di sebagian besar desa-desa wilayah Kabupaten Bangkalan.
Temuan di atas mengisyaratkan bahwa untuk memasukkan nilai-nilai yang baru ke dalam masyarakat perlu perubahan sikap dari masyarakat. Di sini kebudayaan yang ada di dalam masyarakat mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting. Itu sebabnya nilai budaya yang ada dalam masyarakat sukar diganti dengan nilai budaya baru dalam waktu singkat, sebab nilai budaya yang ada telah lama diresapi dan dijalankan oleh masyarakat.
Analisis teori yang digunakan adalah teori campuran, tujuan pokok hukum adalah ketertiban, karena ketertiban merupakan syarat bagi adanya suatu masyarakat yang teratur. Artinya, tujuan hukum tidak hanya sekedar keadilan dan kepastian hukum semata, melainkan agar terciptanya ketertiban di dalam masyarakat. Perkawinan di bawah umur 16 tahun bertentangan dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, namun di dalam masyarakat juga berlaku hukum lain, seperti hukum adat dan hukum agama. Menurut hukum agama, perkawinan sah bila kedua mempelai telah mencapai akil baligh.
Menurut hukum agama islam, asalkan kedua mempelai masih di bawah umur 16 tahun, tetapi keduanya telah akil baligh maka perkawinan tersebut sah menurut agama. Dengan demikian di sini hukum agamalah yang berlaku. Asalkan hal tersebut tidak melanggar norma dan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat, dan terciptanya ketertiban di dalam masyarakat.

2. Apa Apa yang dimaksud paradigma? Mengapa paradigma kekuasaan tidak mampu membaca kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal?
Mengenai pengertian paradigma, dapat diambil pendapat dari beberapa tokoh, di antaranya :
a. Menurut Gregory dikatakan bahwa, paradigma adalah berbagai working assumption, prosedur dan temuan yang secara rutin diterima atau diauki oleh sekelompok scholar, yang kesleuruhannya mendefinisikan suatu pola aktivitas ilmiah/ilmu pengetahuan yang stabil, seblaiknay pola ini pada giliranya akan mendifisdikan komunitas (tadi) yang terbagi (memakai) paradigma (yang sama) tersebut,
b. Menurut Patton, paradigma adalah suatu ”suatu set proposisis” yang menjabarkan bagaimana dunia ini dilihat/dipahami. Paradigma mengandung suatu worldview, yakni suatu cara melalui mana kompleksitivitas dunia ini dipecah/dipilah agar mudah dimengerti. Secara umum paradigma menggariskan bagi research apa yang penting apa yang legitimate dan apa yang reasonable.
c. Menurut Neuman, paradigma sesungguhnya serupa dengan ”pendekatan, atau approach maupun tradisi”, dalam kaitanya ini, Neuman menjelaskan paradigma sebagai suatu orientasi dasar terhadap teori dan research. Yaitu keseluruhansistem berfikir atau system of thinking yang meliputi; asumis dasar, pertanyaan yang harus dijawab atau teka-teki (ilmiah) yang hendak dipecahkan, berbagai teknik atau metode penilitian yang kana diterapkan serta beraneka contoh bagaimana sebenarnya penelitian ilmiha yang baik dilakukan.
d. Menurut Masterman, dikatakan paradigma Thomas Kuhn kurang lebih memiliki dua puluh satu cara yang berbeda yang oleh kemudian di bagi menjadi tiga tipe yaitu, yaitu: paradigma metafisik (metaphisical paradigm); Paradigma sosiologis (sosiological paradigm); dan paradigma kontrak (construc paradigm)
e. Robert K. Merton, memandang paradigma lebih kepada kode etik profesi (keilmuan) yang terdiri dari 4(empat) kategori impresif yaitu universalisme, komunalisme, deteachment, dan skeptisisme terorganisasi.
Hukum yang dilandasi oleh paradigma menghadirkan satu sistem hukum yang tidak demokratis atau sistem hukum yang totaliter, ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
1. Sistem hukumnya terdiri dari peraturan yang mengikat yang isinya berubah-ubah sesuai dengan kehendak penguasa yang dibuat secara arbriter.
2. Dengan teknikalitas tertentu, hukum dipakai sebagai kedok untuk menutupi penggunaan kekuasaan secara arbriter.
3. Penerimaan sosial terhadap hukum didasarkan pada kesadaran palsu dan merendahkan derajat manusia.
4. Sanksi-sanksi hukum mengandung pengrusakan terhadap ikatan-ikatan sosial serta menciptakan nihilisme sosial yang menyebar.
5. Tujuan akhirnya adalah suatu legitimasi institusional, terlepas dari seberapa besar tujuan institusional tersebut dapat diterima masyarakat.
Produk hukum yang dihasilkan oleh pemerintah adalah produk politik. Potret hukum yang diwarnai oleh sistem politik seperti itu, menyebabkan ia hanyalah sebagai alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik. Otonomi politik lebih mendominasi bila dibandingkan dengan yang dimiliki oleh hukum. Akibatnya hukum lebih sering dikesampingkan demi kepentingan politik. Apa yang merupakan hukum adalah merupakan kehendak politik penguasa demi menuruti kemauannya.

Corporate Social Responsibility

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.
Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Sosial Responsibility (CSR). Perusahaan tidak hanya dituntut mencari keuntungan/laba semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial di masyarakat. Dari segi ekonomi, memang perusahaan diharapkan mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Tetapi di aspek sosial, maka perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Seperti kasus yang terjadi di PT Free port dan PT Newmont, gejolak-gejolak yang terjadi disebabkan karena masyarakat sekitar tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan masyarakat merasakan dampak negatif dari beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut.
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.
Dilihat dari aspek investasi, sebenarnya para investor juga memiliki kencederungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap masalah sosial, atau kepadea perusahaan yang mempunyai standar tinggi dalam masalah sosial dan lingkungan hidup . Para investor juga memperhatikan masalah kepedulian sosial ke dalam proses pengambilan keputusan investasi, karena itu perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai salah satu keunggulan kompetitif perusahaan. Manajemen perusahaan saat ini tidak hanya dituntut terbatas atas pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial. Tanggung jawab sosial dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya (Sembiring, 2006). Perusahaan dapat melaporkan dapat melaporkan informasi tersebut dalam laporan tahunan atau dalam laporan yang terpisah.
Di aspek hukum, perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara ekonomis dan sosial, karena perusahaan harus taat atau tunduk kepada peraturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti keluarnya Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007 (UU PT), disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial atau corporate sosial responsibility (CSR). Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan akan menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya.

1.2 Pokok Permasalahan
Yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Perangkat hukum apakah yang mengatur mengenai masalah Corporate Sosial Responsibility?
2. Analisis sosiolagi terhadap implementasi corporate sosial responsibility di Indonesia.

1.3 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan sumber penulisan dari bahan-bahan bacaan berupa buku, jurnal, majalah, surat kabar, internet, dan bahan pustaka lainnya.

1.4 Tujuan Penilisan
Secara umum, makalah ini diharapkan dapat memperluas wawasan pembaca dan menjadi referensi bagi pihak yang berkepentingan sehingga diharapkan tidak hanya mengetahui tetapi juga memahami tentang Corporate Sosial Responsibility.
Adapun secara khusus, makalah ini bertujuan sebagai berikut. Pertama, menjelaskan dasar hukum apa saja yang berlaku sebagai landasan Corporate Sosial Responsibility di Indonesia. Kedua, untuk menganalisa secara sosiologis terhadap implementasi corporate sosial responsibility pada masyarakat Indonesia.

BAB II
CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY
2.1 Pengertian dan Dinamika Perkembangan CSR
Tanggungjawab sosial atau corporate sosial responsibility (CSR) perusahaan dapat didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum (Aggraini, 2006). Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial lainnya.
Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern berkembang pesat selama dua puluh tahun terakhir ini, lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut.
Pada tahun 1970-an, muncul sebuah pemikiran bahwa bumi tempat kita tinggal memiliki daya dukung yang terbatas dimana manusia terus berkembang dan bertambah padat. Oleh karena itu, ekploitasi perlu dilakukan secara hati-hati (Wibisono, 2007). Pada dasarwarsa tersebut disadari timbulnya tanggungjawab sosial dengan pemikiran bahwa untuk meningkatkan sektor produksi perlu didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat. Peningkatan tersebut salah satunya dapat diperoleh dengan berubahnya masyarakat yang miskin menjadi mampu. Perubahan ini mungkin dapat dilakukan dengan adanya bantuan dari luar misalnya atas perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan.
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan atas bentuk kegiatan sosial dari yang berupa kegiatan pendermaan menjadi ke arah pemberdayaan masyarakat. Menurut Elkingto dalam Wibisono (2007) jika perusahaan ingin bertahan maka perlu memperhatikan 3P, yakni bukan hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah ; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5) mempunyai nilai keuntungan/manfaat.
Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan konsep sosial responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Sosial Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate sosial responsibility.
Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.

2.2 Jenis-Jenis CSR
Menurut Gloutie dalam Zuhroh (2003) tema-tema yang diungkapkan dalam wanaca akuntansi tanggungjawab sosial adalah:
1. Kemasyarakatan, tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni, serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan, tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
3. Produk dan konsumen, tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan hidup, tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.
Sedangkan menurut Harahap (2002), keterlibatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan keadaan di negara Indonesia, yaitu:
1. Lingkungan hidup, antara lain: pengawasan terhadap efek polusi, perbaikan pengrusakan alam, konservasi alam, keindahan lingkungan, pengurangan polusi suara, penggunaan tanah, pengelolaan sampah dan air limbah, riset dan pengembangan lingkungan, kerjasama dengan energi, yaitu antara lain: konservasi dan penghematan energi yang dilakukan oleh perusahaan dalam aktivitasnya.
2. Sumber daya manusia dan pendidikan, antara lain: keamanan dan kesehatan karyawan, pendidikan karyawan, kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan, menambah dan memperluas hak-hak karyawan, usaha untuk mendorong partisipasi, perbaikan pensiun, beasiswa, bantuan pada sekolah, pendirian sekolah, membantu pendidikan tinggi, riset dan pengembangan, pengangkatan pegawai dari kelompok miskin, dan peningkatan karir karyawan.
3. Praktek bisnis yang jujur, antara lain: memperhatikan hak-hak karyawan wanita, jujur dalam iklan, kredit, service, produk, jaminan, mengontrol kualitas produk, pemerintah, universitas, dan pembangunan lokasi rekreasi.
4. Membantu masyarakat lingkungan antara lainnya: memanfaatkan tenaga ahli perusahaan dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, tidak campur tangan dalam struktur masyarakat, membangun klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah, perbaikan desa atau kota, sumbangan kegiatan sosial masyarakat, perbaikan perumahan desa, bantuan dana, perbaikan sarana pengangkutan pasar.
5. Kegiatan seni dan kebudayaan, antara lain: membantu lembaga seni dan budaya, sponsor kegiatan seni dan budaya, penggunaan seni dan budaya dalam iklan, merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olah raga.
6. Hubungan dengan pemegang saham, antara lain: sifat keterbukaan direksi pada semua persero, peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan, pengungkapan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
7. Hubungan dengan pemerintah, antara lain: menaati peraturan pemerintah, membatasi kegiatan lobbying, mengontrol kegiatan politik perusahaan, membantu lembagapemerintah sesuai dengan kemampuan perusahaan, membantu secara umum peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, membantu proyek dan kebijakan pemerintah, meningkatkan produktivitas sektor informal, pengembangan dan inovasi manajemen.
Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia (Said dan Abidin, 2004) sebagai berikut:
1. Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium, perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.

2.3 Dasar Hukum CSR
Penerapan kegiatan CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000, walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti donasi sampai kepada yang komprehensif seperti terintegrasi ke dalam strategi perusahaan dalam mengoperasikan usahanya. Belakangan melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pemerintah memasukkan pengaturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan kedalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pada dasarnya ada beberapa hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan Pertama adalah keprihatinan pemerintah atas praktek korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan standard aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.
Pengaturan CSR di Indonesia ada di dalam pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi:
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Akibat kebijakan tersebut aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan akan menjadi tanggung jawab legal yang mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR tersebut, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apa pun alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. Konsekuensi selanjutnya adalah CSR akan bermakna sebatas upaya pencegahan dan dampak negatif keberadaan perusahaan di lingkungan sekitarnya (bergantung pada core business-nya masing-masing) padahal melihat perkembangan aktivitas CSR di Indonesia semakin memperlihatkan semakin sinergisnya program CSR dengan beberapa tujuan pemerintah. Terakhir yang mungkin terjadi adalah aktivitas CSR dengan regulasi seperti itu akan mengarahkan program pada formalitas pemenuhan kewajiban dan terkesan basa-basi.

2.4 Pelaksanaan CSR Di Indonesia
Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluangpeluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibatnya terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
b. Strategi defensif
Usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk melawan ‘serangan’ negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif.
c. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri.
Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga kategori
yaitu:
a. Community Relation
Yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan.
b. Community Services
Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.
c. Community Empowering
Adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudah mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas.
Dari sisi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.
Tetapi, pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik.
Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting, Laporan Sosial Tahunannya tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana program pembangunan komunitas yang telah direalisasi. Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program CSR, diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap programprogram CSR. Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa datang.
CSR (Program Corporate Sosial Reponsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang baru. Undang-undang ini disyahkan dalam sidang paripurna DPR.
Dengan adanya Undang-undang ini, industri atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut (Triple bottom line) sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan (Corporate Sosial Reponsibility) CSR tidak hanya merupakan kegiatan kreatif perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.
Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (Cost Center). CSR tidak memberikan hasil secara keuangan dalam jangka pendek. Namun CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Investor juga ingin investasinya dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaannya memiliki citra yang baik di mata masyarakat umum. Dengan demikian, apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan, sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.

BAB III
ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP IMPLEMENTASI CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY PADA MASYARAKAT INDONESIA
Belakangan CSR segera diadopsi, karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kendati sederhana, istilah CSR amat marketable melalu CSR pengusaha tidak perlu diganggu perasaan bersalah.
Dalam proses perjalanan CSR banyak masalah yang dihadapinya, di antaranya adalah:
1. Program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat
2. Masih terjadi perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan departemen perindustrian mengenai CSR dikalangan perusahaan dan Industri
3. Belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR dikalangan perusahaan.
Bila dianalisis permasalahan di atas yang menyangkut belum tersosialisasikannya dengan baik program CSR di kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan program CSR belum bergulir sebagai mana mestinya, mengingat masyarakat umum belum mengerti apa itu program CSR
Oleh karena itu perlu dijelaskan keberhasilan program CSR baik di media cetak, atau media elektronika dan memberikan contoh keberhasilan program CSR yang telah dijalankan. Di samping itu peranan perguruan tinggi perlu ambil bagian dalam proses sosialisasi ini, mengingat perguruan tinggi dapat sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Kerjasama ini dapat berupa penelitian, seminar, dan pemberdayaan masyarakat.
Permasalahan ini tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan pemberi bantuan tetapi setelah mahasiswa yang mengambil matakuliah Komunikasi pembangunan melakukan riset, ditemukan terjadi perbedaan antara apa yang diharapkan siswa dengan apa yang diberikan perusahaan. Keadaan ini telah disampaikan kepada pihak pemberi bantuan melalui seminar, dan pihak perusahaan menyadari hal ini. Karena keterbatasan SDM dan waktu, pihak perusahaan berusaha agar lebih efektif lagi untuk kedepannya. Mahasiswa tidak hanya melakukan riset dibidang pendidikan saja, tetapi juga melakukan riset pada masyarakat sekitar kampus ITB, tepatnya di daerah Cisitu. Hasil riset menghasilkan 40% anak yang putus sekolah, 50% Ibu rumah tangga buta aksara, 75% pemuda yang tidak memiliki pekerjaan. Dari hasil riset ini mahasiswa mencoba menindak lanjuti dengan cara menyusun program pemberantasan buta aksara, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan informal. Program ini memerlukan tempat perlatihan, SDM, dan dana. Untuk itu, mahasiswa mengajak perusahaan telkom, BNI, dan PLN bekerjasama untuk melaksanakan program tersebut melalui program CSR yang ada pada masing-masing perusahaan.
Program CSR ini, masih menyimpan banyak polemik di kalangan departemen Hukum dan HAM yang berusaha mewajibkan CSR bagi perusahaan, sedangkan Departemen perindustrian tidak mewajibkan perusahaan tidak memiliki program CSR. Hal ini merupakan Full Anomali (terbalik-balik). Departemen Hukum dan HAM yang seharusnya mendukung pengusaha karena azas kebebasan, malah mewajibkan CSR sedangkan Departemen Perindustrian yang mestinya diwajibkan CSR justru dibebaskan dari tuntutan kewajiban CSR. Dikalangan perusahaan dan Industri. Dalam serba ketidak pastian ini Forum Ekonomi Dunia melalui Global Govermance Initiative menggelar World Business Council For Sustainablle Development di New York pada tahun 2005, salahsatu deklarasi penting disepakati bahwa CSR jadi wujud komitmen dunia usaha untuk membantu PBB dalam merealisasikan Millennium Development Goalds (MDGs). Adapun tujuan utama MDGs adalah mengurangi separuh kemiskinan dan kelaparan ditahun 2015. Pantas untuk dicatat tujuan ini jelas maha berat, mengingat pertumbuhan dunia bisnis terus meningkat, tetapi kemiskinan toh malah bertambah.
Bila dilihat masih belum jelasnya aturan dalam pelaksanaan CSR perusahaan menimbulkan penafsiran sendiri, hal ini dapat dilihat dari masing-masing perusahaan yang memiliki program CSR. Perlu diketahui program CSR yang terpenting adalah aturan yang mewajibkan programnya harus berkelanjutan (sustainable). Melakukan program CSR yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik kepada perusahaan itu sendiri berupa citra perusahaan dan para stake holder yang terkait. Sebagai contoh nyata dari program CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan semangat keberlanjutan antara lain pengembangan Bio Energi, Perkebunan Rakyat, dan pembangkit Listri tenaga air swadaya masyarakat.
Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu menciptakan kehidupan dimsyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut, sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kingsley Davis dan Wilbert Moore, menurut mereka bahwa didalalm masyarakat terdapat Stratifikasi sosial dimana stratifikasi sosial itu dibutuhkan masyarakat demi kelangsungan hidup yang membutuhkan berbagai jenis pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi sosial, masyarakat tidak akan terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan yang membutuhkan proses berlajar yang lama dan mahal. Agar masyarakat dapat memiliki modal stimulus untuk merubah stratifikasi, perlu ada pemberdayaan agar masyarakat sadar dan bangkit dari keterpurukan. Kondisi ini dapat diatasi dengan program yang bersipat holistik sehingga dapat membangun tingkat kepercayaan dalam diri masyarakat, untuk itu didukung oleh program CSR yang berkelanjutan (sustainable).

BAB IV
PENUTUP

Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial.
Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal). Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management).
Akan tetapi pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik.
Pelaksanaan CSR seyogyanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 pihak yang berkepentingan yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat setempat dan kemudian dilaksanakan sendiri oleh masing-masing perusahaan, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Upaya perusahaan menerapkan CSR memerlukan sinergi dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan menumbuh kembangkan penerapan CSR di tanah air tanpa membebani perusahaan secara berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha.

DAFTAR PUSTAKA

Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Bambang Rudito dan Melia Famiola, Penerbit Rekayasa Sains, Februari 2007, Bandung

J.Dwi Nurwoko (2006) Sosiologi teks pergaulan dan terapan. Jakarta : Kencana Prenada, Media Group.

“Sinopsis UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, M. Yahya Harahap, Makalah Seminar disampaikan di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, 20 November 2007
.
Rita Erna, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU Perseroan Terbatas”, Suara Pembaruan 11 September 2007.

http://business enveroment.wordpress.com/2007/03/01/program -C